By: Orchy Dea Putri Amira
<p><div class="WordSection1"> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Data kekerasan pada anak pada November 2024 masih terbilang tinggi. Jumlah kasusnya mencapai 14.308 dengan jumlah korban sebanyak 15.886 anak (Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, 2024). Anak adalah masa depan bangsa, dimana menjadi salah satu aspek terpenting dalam kemajuan peradaban. Urgensi itulah yang melahirkan Konvensi Hak Anak (KHA) disahkan pada 20 November 1989 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). KHA memuat hak-hak anak yang kemudian dirangkum menjadi hak dasar anak yaitu hak hidup, tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong>“Kami memohon kepada pemerintah untuk ….”</strong> kalimat itu setiap tahun bergema dari anak Indonesia. Suara yang menjadi bukti keberadaan forum anak dalam menjalankan perannya sebagai PAPP (Partisipasi Anak dalam Perencanaan Pembangunan), peran yang paling terkenal, paling ikonik, dan paling banyak membuat anak-anak tertarik untuk tergabung di dalamnya. Selain suara anak, adapun upaya-upaya lain yang dilakukan anak Indonesia yang bertujuan untuk pemenuhan hak anak. Tujuan itulah yang menarik saya untuk berproses bersama forum anak. Saat ini sudah menginjak tahun ke lima saya berproses bersama forum anak tingkat kabupaten Sidoarjo, serta menginjak tahun kedua saya berproses bersama forum anak tingkat provinsi Jawa Timur.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sebagai bagian dari pengurus forum anak, terdapat tiga kegiatan utama tentang upaya pemenuhan hak anak yang paling menarik bagi saya, yaitu: pekan dolanan yang diadakan forum anak Sidoarjo secara rutin setiap satu bulan sekali di hari minggu. Kegiatan tersebut berlangsung dengan mengundang anak-anak Sidoarjo bermain bersama dari pukul enam pagi sampai sembilan pagi. Selama kegiatan berlangsung, panitia yang merupakan pengurus forum anak Sidoarjo mendampingi dan memfasilitasi anak-anak dalam bermain seperti membacakan dongeng, memperkenalkan permainan tradisional, dan bertukar cerita tentang lingkungan sosial sekitar anak-anak. Selain menjadi upaya pemenuhan hak anak pada klaster pendidikan dan kegiatan budaya. Kegiatan tersebut juga menjadi jembatan komunikasi antara anak Sidoarjo dengan pengurus forum anak Sidoarjo untuk mengetahui permasalahan yang sedang marak terjadi, lalu akan disampaikan kepada dinas P3AKB sebagai aksi tindak lanjut dalam mengatasi permasalahan tersebut, sehingga memenuhi peran pelapor.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selain itu, ada juga aksi yang menarik yaitu perumusan suara anak sebagai pemenuhan peran PAPP (Partisipasi Anak dalam Perencanaan Pembangunan). Sering kali anak mendapat diskriminasi sehingga tidak bisa mengutarakan pendapatnya dengan alasan masih berusia anak. Masyarakat dewasa telah mendominasi pengambilan keputusan untuk merancang kebijakan, sayangnya melupakan suara anak yang juga merupakan salah satu elemen terpenting dalam lingkungan sosial sekitar, yaitu anak. Padahal sejatinya, segala keputusan nantinya wajib dipatuhi oleh anak, namun mengapa anak tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan? Mengingat sudut pandang anak dan orang dewasa sangat berbeda. Apalagi dalam kasus tertentu, pemangku kebijakan telah merancang dan menetapkan kebijakan yang menyangkut anak-anak, tapi malah anak-anak tidak dilibatkan dalam upaya tersebut. Dengan adanya suara anak di setiap wilayah Indonesia, anak menjadi memiliki wadah untuk menyampaikan aspirasi dan kondisi nyata yang sulit dipahami oleh para orang dewasa. Ketika saya tergabung dalam kegiatan perumusan suara anak Sidoarjo, saya mendapati bahwa anak-anak yang dianggap sepele oleh kebanyakan orang dewasa sangat berani mengemukakan pendapatnya dan bercerita tentang isu sosial yang benar-benar terjadi di lingkungan sosial sekitarnya. Dengan diberi wadah untuk bersuara, diharapkan para orang dewasa bisa mengerti dan memahami, lalu menindaklanjuti permasalahan yang dirasakan oleh anak-anak.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kegiatan ketiga yang sangat menarik bagi saya, yaitu melakukan kampanye sebagai pemenuhan peran pelopor. Anak memang harus didengar suaranya, sayangnya tidak banyak yang memberikan wadah bagi anak-anak bersuara. Hal bisa dilakukan anak untuk bersuara apabila tidak diberi wadah bagi orang dewasa adalah terus berisik melalui kampanye. Kampanye merupakan sebuah kegiatan dimana kelompok masyarakat melakukan sebuah tindakan untuk memberi tahu publik pesan yang ingin disampaikan. Saya yakini seluruh forum anak daerah di Indonesia pasti pernah berupaya melakukan kampanye, baik dari media offline, maupun online. Seperti kampanye yang pernah saya lakukan ketika tergabung dalam forum anak Sidoarjo, yaitu mengunggah foto dengan keterangan turut serta menolak perkawinan usia anak karena dilatarbelakangi oleh tingginya angka perkawinan usia anak di kabupaten Sidaorjo. Selain itu ada juga kegiatan forum anak Sidoarjo serentak mengunggah poster cegah kekerasan pada anak, karena pada saat itu sedang terjadi banyak isu kekerasan pada anak, meliputi pembullyan, KDRT, dan penelantaran. Bukan hanya supaya didengar oleh masyarakat tentang isi kampanyenya, namun kampanye di media sosial juga menjadi salah satu upaya membumikan esensi media sosial sebagai ruang publik inklusif bagi seluruh kalangan masyarakat, sehingga mampu menciptakan wadah informasi layak anak yang berkualitas.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kegiatan yang dilakukan forum anak dalam upaya pemenuhan hak anak mungkin terlihat sederhana, karena anak bukan pemangku kebijakan yang dapat membawa efek besar bagi kehidupan sosial masyarakat. Akan tetapi, dengan selalu bersuara, langkah kecil dari banyaknya anak akan mampu menciptakan ruang publik inklusif pada anak, hingga menjadi sebuah awal untuk mewujudkan Indonesia emas 2045. Mungkin terdengar telalu jauh, tapi anak adalah investasi bangsa untuk menciptakan peradaban yang lebih baik. </p> </div> <h1 style="text-align: center; text-indent: 0cm;" align="center"><strong><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 150%; font-family: 'Times New Roman',serif; color: windowtext;">DAFTAR PUSTAKA</span></strong></h1> <p class="MsoBibliography" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: -36.0pt;"><!-- [if supportFields]><span style='mso-element:field-begin'></span><span style='mso-spacerun:yes'> </span>BIBLIOGRAPHY <span style='mso-element:field-separator'></span><![endif]--><span style="mso-no-proof: yes;">Winurini, S., & Timothy , G. (2024). KEKERASAN ANAK DALAM KELUARGA: CATATAN SERIUS PEMBANGUNAN KELUARGA INDONESIA. <em>Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis</em>, 21-25.</span></p> <p> </p> <p> </p> <p> </p> <p> </p> <p> </p></p>