Menyorot Urgensi Perlindungan Anak di Lingkungan Digital

Menyorot Urgensi Perlindungan Anak di Lingkungan Digital

By: Farhan Herdian Al Zacky

<p><p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Berbagai definisi terkait anak telah dimuat dalam berbagai versi dan dalam berbagai bentuk regulasi, baik regulasi yang disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun yang disepakati oleh dunia internasional dalam bentuk kesepakatan pada Konvensi Hak Anak. Menurut UU Nomor 35 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dari UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, definisi anak merupakan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh sebab itu, setiap<span style="mso-spacerun: yes;">&nbsp; </span>orang dalam rentang usia 0 &ndash; 17 tahun yang merupakan anak, wajib untuk dipenuhi hak-haknya.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Hak-hak anak tertuang dalam 31 poin hak anak yang disepakati oleh dunia internasional melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Konvensi Hak Anak. Hal-hak anak yang tercantum dalam KHA meliputi beberapa hal, diantaranya adalah hak kelangsungan hidup (hak untuk hidup, mendapatkan kesehatan dan perawatan), hak perlindungan (dilindungi dari diskriminasi, kekerasan, dan eksploitasi), hak tumbuh kembang (mendapatkan pendidikan dan standar hidup yang layak), dan hak berpartisipasi.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Dalam tulisan ini, akan dipaparkan mengenai konsep hak anak untuk dilindungi dari berbagai bentuk pelanggaran hak anak. Anak harus dilindungi dari berbagai hal negatif yang dapat mengganggu proses tumbuh kembang mereka di masa yang akan datang. Perlindungan anak tidak hanya berbicara mengenai bagaimana melindungi anak di lingkungan masyarakat saja, tetapi juga perlu berfokus bagaimana seharusnya melindungi anak dari berbagai ancaman negatif yang berasal dari lingkungan digital.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Arus informasi yang seakan-akan tidak terbendung derasnya di era digital saat ini, menjadi suatu alasan penting untuk mulai berfokus pada perlindungan anak di lingkungan digital. Informasi yang masuk tersebut dapat berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri serta memiliki isi berupa konten yang tidak semuanya layak untuk dikonsumsi oleh anak. Anak yang masih dibawah umur memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap apa yang sedang mereka perhatikan, oleh sebab itu tidak sedikit anak-anak yang menjadi korban dari penyebaran arus informasi yang tidak dapat terbendung tersebut. Hal ini menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan guna meningkatkan perhatian terhadap perlindungan anak di lingkungan digital.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Dapat diperhatikan mengenai bagaimana perkembangan teknologi di kalangan anak-anak, ketika kita melihat anak-anak dibawah umur telah diberikan akses oleh orang tua mereka untuk menggunakan perangkat elektronik. Anak yang diberikan akses terhadap perangkat elektronik di usia yang dini, akan memperbesar kemungkinan anak tersebut akan mengalami kecanduan dalam menggunakan perangkat elektronik. Merupakan kekeliruan orang tua untuk memberikan gawai kepada anak yang masih tergolong dalam usia dini karena dapat menyebabkan anak menjadi kecanduan terhadap gawai, sebagai contoh adalah anak akan menangis apabila mereka tidak diberi <em>gadget </em>oleh orang tua mereka.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Anak yang lahir di era digital pada saat ini merupakan mereka yang lahir dalam kelompok Generasi Z, Generasi Alpha dan Generasi Beta. Generasi-generasi tersebut akan dan telah menjadi generasi digital yang sangat melek terhadap teknologi serta perkembangannya. Sebagai contoh, dapat kita lihat di masyarakat dimana banyak anak-anak yang mulai kecanduan terhadap permainan daring dengan konteks yang negatif. Namun demikian, juga terdapat anak-anak yang didukung serta diawasi oleh orang tua mereka untuk mempergunakan teknologi dengan cara yang cermat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Dalam perkembangannya, era digital telah menghadirkan berbagai bentuk produk teknologi, salah satu diantaranya adalah Internet. Indonesia sebagai negara besar dengan jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia, juga menjadi negara dengan pengguna internet paling banyak. Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023 yang dirilis pada awal tahun 2024, mengungkapkan bahwa jumalh pengguna internet di Indonesia adalah sebanyak 221,5 Juta Jiwa dengan persentase sebesar 79,5% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Dari total 221,5 juta pengguna internet tersebut, sebanyak 34,4% pengguna berasal dari kalangan Generasi Z dan sebanyak 9,17% berasal dari kalangan Post Gen Z (Generasi Alpha).</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; font-family: 'Arial',sans-serif; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-ansi-language: EN-US; mso-fareast-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA;">Angka-angka tersebut perlu menjadi fokus bagi semua pihak terutama orang tua untuk mengawasi pergerakan anak ketika menggunakan perangkat digital berbasis internet. Dalam penggunaannya, internet tentu memiliki dampak negatif dan manfaat positif dalam pemanfaatan oleh masing-masing individu selaku pengguna internet. Beberapa dampak negatif yang dihasilkan dari penyalahgunaan internet diantaranya adalah judi <em>online</em>, <em>cyberbullying</em> dan Kekerasan Berbasis Gender <em>online</em> (KBGO). </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Tulisan ini menyorot seputar tragedi yang dapat tergolong masuk ke dalam kategori pelanggaran terhadap anak. Tepat pada Juli 2024, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis data yang mengungkap sebanyak 4 juta orang Indonesia menjadi pemain Judi Online. Lebih miris lagi, ketika terungkap bahwa terdapat 80.000 orang pemain judi online usia di bawah 10 tahun dan 440.000 orang merupakan pemain judi online yang berasal dari usia 10 s.d. 20 tahun. Dari angka tersebut, dapat dilihat pada faktanya bahwa judi online telah merasuki semua golongan bahkan hingga anak-anak. Judi online sejatinya adalah benalu dan merupakan penyakit masyarakat yang sedang marak di era digital pada saat ini. Algoritma menipu yang ditawarkan oleh operator judi online, berhasil membuat pemain kecanduan dengan judi online yang berakibat fatal apabila dibiarkan terjadi di lingkungan masyarakat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><a title="Orasi Ilmiah Menkomdigi: Pemerintah Perkuat Regulasi untuk Lindungi Anak dari Ancaman Digital" href="https://www.komdigi.go.id/berita/siaran-pers/detail/orasi-ilmiah-menkomdigi-pemerintah-perkuat-regulasi-untuk-lindungi-anak-dari-ancaman-digital"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;"><img src="https://api.forumanak.id/storage/3117/42301745856503.webp" alt="Menkomdigi Meutya Hafid menyampaikan orasi ilmiah di UI / Sumber gambar: komdigi.go.id" width="750" height="500"></span></a></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan, tentu telah meletakkan perhatian khusus terkait dengan masalah urgensi perlindungan anak di lingkungan digital. Seperti yang disampaikan oleh Meutya Hafid selaku Menteri Komunikasi dan Digital RI, dalam Orasi Ilmiah Menkomdigi di Universitas Indonesia (UI) menyatakan bahwa pemerintah memperkuat regulasi untuk lindungi anak dari ancaman digital. Dikutip dari laman komdigi.go.id diungkapkan pemerintah semakin serius dalam melindungi anak-anak dari ancaman digital, hal-hal yang dilakukan oleh pemerintah adalah mengandalkan teknologi pemblokiran terhadap situs yang memuat konten berbahaya serta memperkuat regulasi tekait penggunaan teknologi digital seperti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektroniik serta Undang-undang Pelindungan Data Pribadi. Selain itu, Pemerintah juga mulai menerapkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN).</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Berbagai solusi telah dilakukan dan ditetapkan oleh pihak pemerintah dengan menghadirkan suatu bentuk sistem pengawasan dan regulasi berupa undang-undang. Selanjutnya adalah solusi yang diharapkan dapat dilakukan oleh orang tua dan keluarga sebagai rumah dan sekolah pertama bagi anak. Solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan pengawasan dan menerapkan pembatasan kepada anak yang ingin menggunakan suatu perangkat teknologi. Orang tua tidak seharusnya memberikan akses penuh selama 24 jam kepada anak untuk terus menerus menatap layar gawai, namun interaksi dan komunikasi antara orang tua dan anak secara langsung harus diterapkan dengan maksimal agar anak merasa diberi perhatian, pengertian dan kasih sayang dari orang tua mereka.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0in; text-align: justify; text-indent: .5in;"><span style="font-family: 'Arial',sans-serif;">Penggunaan perangkat teknologi di era digital saat ini sejatinya tidak selalu memiliki dampak buruk, terdapat pula manfaat positif yang bisa diambil dari penggunaan teknologi. Oleh sebab itu, diperlukan kehati-hatian dalam setiap melihat konten di berbagai perangkat teknologi. Juga diperlukan pengawasan dari keluarga apabila memberikan akses penggunaan perangkat digital kepada anak. Perlindungan anak di lingkungan digital sudah sepatutnya menjadi perhatian bagi seluruh elemen masyarakat, dengan pertimbangan semakin derasnya arus informasi yang masuk ke dalam perangkat digital serta semakin pesatnya perkembangan media elektronik di masa sekarang.</span></p></p></p>