SEMINAR END CHILD MARRIAGE

SEMINAR END CHILD MARRIAGE

By: forum anak kota dumai

Indonesia berada pada peringkat kedua di ASEAN (setelah Kamboja) dan kedelapan di dunia dalam kasus Perkawinan Usia Anak.

Jika kita telusuri empat puluh tujuh tahun yang lalu, UU No.1 Tahun 1974 tepatnya pada pasal 7 menyatakan bahwa perkawinan hanya akan diizinkan apabila pihak laki-laki telah mencapai usia minimal sembilan belas tahun dan perempuan minimal enam belas tahun.

Enam belas tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 5 September tahun 1990, Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak berdasarkan Keputusan Presiden RI tahun 1990. Salah satu konsekuensi bagi negara yang meratifikasi KHA adalah membuat aturan hukum nasional terkait hak-hak anak.

Salah satu aturan hukum yang telah dibuat oleh Pemerintah Republik Indonesia adalah UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002, dimana salah satu isinya menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun termasuk anak yang masih didalam kandungan.

Ini jelas bertentangan dengan UU No.1 Tahun 1974 tadi. Sehingga di tahun 2019, UU No.1 Tahun 1974 direvisi menjadi UU No.16 Tahun 2019. Salah satu perubahannya yaitu menyamakan Usia minimal pernikahan bagi perempuan dan laki-laki menjadi sembilan belas tahun.

Namun jika kita telusuri, kasus Perkawinan Usia Anak di Indonesia masih sangat tinggi. Masih banyaknya tradisi dan mind set masyarakat yang menganggap Perkawinan Usia Anak adalah hal yang wajar-wajar saja. Ditambah Kurangnya edukasi terhadap Orang tua saat ini dan segunung-nya permintaan dispensasi kawin di Pengadilan membuat angka perkawinan usia anak di Indonesia masih melambung tinggi.

Sebagai pelopor dalam mencegah perkawinan usia anak, Forum Anak Kota Dumai bekerjasama dengan Yayasan Plan Internasional Indonesia (YPII) untuk mengadakan seminar ‘END CHILD MARRIAGE’ yang bertujuan untuk mengedukasi anak-anak di Kota Dumai terhadap dampak negatif dari perkawinan usia anak.

Acara seminar ini dilaksanakan pada tanggal 09 Juli tahun 2021, bertempat di Sekretariat Forum Anak Kota Dumai, Jl. Putri Tujuh, Komplek Pemko Dumai, Dinas Pemberdayaan  Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Dumai. Dengan narasumber yaitu, Haggilsyah Ifan yang merupakan Ketua Forum Anak Kota Dumai dan Peserta Powering The Movement Program Yayasan Plan Internasional Indonesia.

Acara diawali dengan pembukaan oleh MC, Airin Ifani. “Seperti yang telah diketahui bersama, siang hari ini kita akan mengikuti acara Seminar End Child Marriage yang ditaja oleh Forum Anak Kota Dumai dan YPII.”

Selanjutnya adalah kata sambutan sekaligus membuka acara yang akan disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Dumai yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Dumai, Bunda Novi Andriani, S.Kep, M.Si.

Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Dumai, Bunda Novi Andriani, S.Kep, M.Si.

“Perlu diketahui anak-anak bunda, Perkawinan usia anak merupakan salah satu isu yang sangat meresahkan dikalangan anak, orang tua, maupun masyarakat. Bisa dibilang perkawinan usia anak ini adalah pintu masuknya berbagai isu lainnya seperti, pekerja anak, stunting, kekerasan dalam rumah tangga, kematian ibu dan bayi, putus sekolah, bahkan menambah angka kemiskinan di Indonesia. Di masa pandemi saat ini, banyak terjadinya kasus perkawinan usia anak yang disebabkan oleh beberapa alasan seperti yang paling umum adalah karena sekolah online, sehingga menurunkan minat belajar si anak. Ditambah adanya dukungan dari orang tua agar si anak menikah supaya bisa mengubah perekonomian keluarga. Hal tersebut sering terjadi saat ini, dan itu menjadi tugas kita bersama untuk menuruni angka perkawinan usia anak agar anak dapat hidup sesuai dengan haknya.”

Selanjutnya adalah sesi pemaparan materi oleh Ketua Forum Anak Kota Dumai sekaligus Peserta Powering The Movement Program Yayasan Plan Internasional Indonesia, Haggilsyah Ifan.

“Saya ingin menjelaskan sedikit tentang Yayasan Plan Internasional Indonesia, atau yang disingkat YPII. YPII adalah sebuah yayasan yang bergerak untuk mewujudkan kesetaaraan gender bagi kaum perempuan dan pemenuhan hak bagi anak terutama anak-anak perempuan. Salah satu hal yang menjadi program kerja dari YPII setiap tahunnya adalah mencegah dan mengurangi angka kasus perkawinan usia anak di seluruh daerah di Indonesia. Oleh karena itu, adanya program Powering The Movement Program merupakan wujud kinerja dari YPII dalam mengurangi dan mencegah perkawinan usia anak melalui aktivis-aktivis muda diseluruh penjuru negeri.

Menurut data dan riset terbaru, saat ini Indonesia berada pada peringkat kedua di ASEAN dan kedelapan di dunia dalam tingginya kasus perkawinan usia anak...”

Haggilsyah Ifan dalam paparannya menyampaikan terkait faktor penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari perkawinan usia anak. Setelah itu, pada salah satu slide materi, terdapat grafik yang menunjukkan angka perkawinan usia anak di tiga puluh empat provinsi yang ada di Indonesia. Tidak lupa, Haggilsyah Ifan menyampaikan terkait upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah perkawinan usia anak.

                                                             

Setelah selesai memaparkan materi, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab antara pengisi materi dan audiens. Terdapat dua pertanyaan dari audiens.

Lailatul Syidra, Ketua Forum Anak Kecamatan Sungai Sembilan.

“Saya ingin bertanya, antara anak laki-laki dan perempuan, manakah yang lebing sering terlibat di dalam kasus perkawinan usia anak dan apakah penyebabnya?”

Kemudian narasumber menjawab, “Dari data dan informasi yang ada, anak perempuan jauh lebih sering terlibat didalam kasus perkawinan usia anak. Yang menjadi pernyebabnya antara lain, orang tua beranggapan jika anak perempuan dinikahkan dengan pria dewasa yang jauh lebih tua dan mapan maka akan dapat mengangkat perekonomian keluarga perempuan tersebut. Pemikiran seperti ini yang harus jauh-jauh dibuang. Padahal menikahkan anak dengan orang yang usianya jauh lebih tua bisa saja dianggap melakukan tindakan pedofilia, loh. Dan itu harus kita cegah bersama.”

Pertanyaan kedua disampaikan oleh Wulan Novia Fitri, Wakil Ketua Forum Anak Kecamatan Dumai Kota.

“Saya Wulan, dari Dumai Kota ingin bertanya, bagaimana sih pengaruh sinetron dan film yang mungkin bertemakan remaja dan mengangkat tema perkawinan di usia anak terhadap anak-anak yang menontonnya?”

Kemudian narasumber menjawab, “Sebenarnya film atau sinetron boleh-boleh saja mengangkat tema yang seperti itu, namun harus dipertegas dengan pesan yang bersifat mengedukasi penonton. Sehingga penonton bisa mendapatkan pencerahan setelah menonton, bahwa perkawinan usia anak itu tidak sepatutnya terjadi. Dan kita sebagai penonton, harus bisa menjadi penonton yang cerdas dan bijak. Bisa memahami pesan yang disampaikan. Harus ada dua unsur tersebut, maka hal seperti sinetron maupun film yang mengangkat tema demikian akan berdampak positif.”

Selesainya sesi tanya jawab, dilanjutkan dengan foto bersama. Tidak lupa, Haggilsyah Ifan mengingatkan kepada semua audiens untuk tidak lupa meneruskan pembelajaran hari ini kepada teman-teman sebaya lainnya. Serta untuk tidak lupa menggunakan twibbon dari YPII dan bisa diunggah di media sosial instagram.

Tepat pada pukul 16.30 WIB, Kegiatan Seminar End Child Marriage berakhir. 


                                                            


Link video rekap kegiatan : https://www.instagram.com/tv/CRrAM-Zg1fC/?utm_medium=copy_link

0 Komentar untuk SEMINAR END CHILD MARRIAGE

login untuk komentar